PengadilanTinggi Tata Usaha Negara Jakarta Jalan Cikini Raya, No. 117, Jakarta Pusat Tlp : 021-319 261 62, Fax : 021-319 616 63 Email : pt.jakarta@ptun.org. Beranda; Pengadilan Tinggi Tata Usaha Jakarta dibentuk pada tahun 1990 berdasarkan Keppres nomor 52 tahun 1990, tanggal 30 Oktober 1990 dan PP no 41 tahun 1991 tentang Pembentukan
berdasarkanhukum, mengingat tugas pokok tergugat adalah melakukan koordinasi dalam manajemen kepegawaian dan terhadap hal tersebut tidak menghapus keberadaan surat keputusan Bupati BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta
PembentukanPengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1993 dibentuk Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya, sehingga terdapat 4 (empat) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
cash. Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN Pekanbaru dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh, Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru, Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi, Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu, Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya, Pengadilan Tata Usaha Negara Palu, Pengadilan Tata Usaha Negara Kendari, Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta, Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram, dan mulai beroperasi sejak tanggal 29 Oktober 1998. Terbentuknya PTUN Pekanbaru tidak dapat dilepaskan dari proses pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara PERATUN di Indonesia, yang berawal dari lahirnya Undang-Undang UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Bahwa meskipun Undang-Undang Peratun tersebut telah diundangkan pada tanggal 29 Desember 1986, namun peradilannya baru dibentuk dan beroperasi setelah lima tahun kemudian. Hal mana disebutkan di dalam Bab VII Ketentuan Penutup, Pasal 145 beserta penjelasannya yang berbunyi sebagai berikut “Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara ini merupakan lingkungan peradilan yang baru, yang pembentukannya memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang oleh Pemerintah mengenai prasarana dan sarana baik materiil maupun personil. Oleh karena itu pembentukan pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara tidak dapat dilakukan sekaligus tetapi secara bertahap. Setelah Undang-undang ini diundangkan, dipandang perlu Pemerintah mengadakan persiapan seperlunya. Untuk mengakomodasikan hal tersebut maka penerapan Undang-Undang ini secara bertahap dalam waktu selambat-lambatnya lima tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Sesuai dengan amanat UU Tahun 1986 tersebut, maka pada tahun 1991 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah PP Nomor 7 Tahun 1991 tentang Penerapan UU Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang diundangkan pada tanggal 14 Januari 1991. Terbitnya PP Tahun 1991 tersebut sekaligus merupakan awal beroperasinya PERATUN di Indonesia, sehingga untuk menandai tonggak sejarah tersebut maka tanggal 14 Januari dijadikan sebagai HUT Peratun yang diperingati setiap tahun oleh segenap jajaran PERATUN di seluruh Indonesia. Pada awal beroperasinya PERATUN, waktu itu baru terbentuk 5 lima Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN di Indonesia yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Keppres Tahun 1990 yakni PTUN Jakarta, PTUN Medan, PTUN Palembang, PTUN Surabaya dan PTUN Ujung Pandang. Sedangkan untuk tingkat banding baru terbentuk 3 tiga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara PT-TUN berdasarkan UU Tahun 1990, yaitu PT-TUN Jakarta, PT-TUN Medan dan PT-TUN Ujung Pandang. Dalam perkembangannya hingga saat ini tahun 2020, telah terbentuk dan beroperasi sebanyak 4 empat PT-TUN dan 34 tiga puluh empat PTUN di seluruh Indonesia.
Ilustrasi Peradilan Tata Usaha Negara. Foto ketatanegaraan Republik Indonesia memiliki tiga pilar kekuasaan, yakni kekuasaan Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif atau dengan kekuasaan kehakiman, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dijalankan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada di itu meliputi lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah situs resmi Pengadilan Negeri Ponorogo, Peradilan Tata Usaha Negara meliputi Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Untuk lebih memahami apa itu Peradilan Tata Usaha Negara, simak penjelasannya berikut ini!Pengertian Peradilan Tata Usaha NegaraPeradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk. Lahirnya peradilan tata usaha negara ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada 29 Desember Peradilan Tata Usaha Negara menjadi bukti nyata bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan Hak Asasi Manusia HAM.Melansir laman tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara, yakni untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan begitu, dapat menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan terpeliharanya hubungan yang seimbang antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan masyarakat Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991 pada 14 Januari 1991, Peradilan Tata Usaha Negara resmi beroperasi. Salah satunya adalah Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Adapun daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota. Kemudian, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha NegaraBerikut ini merupakan dasar hukum pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara yang disadur dari laman Pemerintah Nomor 41 Tahun 1991 tentang Pembentukan Peradilan Tata Usaha NegaraUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha NegaraUndang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha NegaraUndang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha NegaraTugas dan Wewenang Pengadilan Tata Usaha NegaraMenurut situs resmi Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha pengacara. Foto yang dimaksud adalah sengketa yang timbul dalam bidang hukum Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata anggota masyarakat dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara pemerintah baik dipusat maupun didaerah. Hal ini termasuk kepada sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang demikian dapat diketahui bahwa subjek di Peradilan Tata Usaha Negara adalah seseorang atau Badan Hukum Perdata sebagai penggugat dan badan atau pejabat Tata Usaha Negara sebagai itu yang menjadi objek di Peradilan Tata Usaha Negara merupakan Surat Keputusan Tata Usaha Negara atau yang dikenal dengan keputusan atau penetapan beschikking.Apa tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara?Sebutkan contoh-contoh badan peradilan!Apa tugas Pengadilan Tata Usaha Negara?
Dari sudut sejarah ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya dan pembentukan lembaga tersebut bertujuan mengkontrol secara yuridis judicial control tindakan pemerintahan yang dinilai melanggar ketentuan administrasi mal administrasi ataupun perbuatan yang bertentangan dengan hukum abuse of power. Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam peraturan perundang-undangan yang khusus yakni, Undang-Undang Tahun 1986 Tentang PTUN yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dirasa sudah memenuhi syarat untuk menjadikan lembaga PTUN yang professional guna menjalankan fungsinya melalui kontrol yudisialnya. Namun, perlu disadari bahwa das sollen seringkali bertentangan dengan das sein, salah satu contohnya terkait dengan eksekusi putusan, Pengadilan Tata Usaha Negara bisa dikatakan belum profesional dan belum berhasil menjalankan fungsinya. Sebelum diundangkannya UU No. 9 Tahun 2004 putusan PTUN sering tidak dipatuhi pejabat karena tidak adanya lembaga eksekutornya dan juga tidak ada sanksi hukumnya serta dukungan yang lemah dari prinsip-prinsip hukum administrasi negara yang menyebabkan inkonsistensi sistem PTUN dengan sistem peradilan lainnya, terutama dengan peradilan umum karena terbentur dengan asas dat de rechter niet op de stoel van het bestuur mag gaan zitten hakim tidak boleh duduk di kursi pemerintah atau mencampuri urusan pemerintah dan asas rechtmatigheid van bestuur yakni atasan tidak berhak membuat keputusan yang menjadi kewenangan bawahannya atau asas kebebasan Pejabat tak bisa dirampas. Setelah diundangkannya UU Tahun 2004 tersebut diharapkan dapat memperkuat eksistensi PTUN. Namun, dalam UU No. 9 Tahun 2004 itu pun ternyata masih saja memunculkan pesimisme dan apatisme publik karena tidak mengatur secara rinci tahapan upaya eksekusi secara paksa yang bisa dilakukan atas keputusan PTUN serta tidak adanya kejelasan prosedur dalam UU No. 9 Tahun 2004 Pasal 116 ayat 4 yakni jika pejabat tidak bersedia melaksanakan putusan maka dapat dikenakan sanksi upaya paksa membayar sejumlah uang paksa dan/atau sanksi Putusan PTUN juga seringkali tertunda karena adanya upaya banding, kasasi, atau peninjauan kembali PK sehingga memaksa majelis hakim menunda eksekusi, kalau eksekusi tidak dapat dilaksanakan, maka PTUN berwenang untuk melaporkan kepada atasan yang bersangkutan yang puncaknya dilaporkan kepada Presiden. Sejarah Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia Pada masa Hindia Belanda, tidak dikenal Pengadilan Tata Usaha Negara atau dikenal dengan sistem administratief beroep. Hal ini terurai dalam Pasal 134 ayat 1 yang berisi Perselisihan perdata diputus oleh hakim biasa menurut Undang-Undang; Pemeriksaan serta penyelesaian perkara administrasi menjadi wewenang lembaga administrasi itu sendiri. Kemudian, setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950, dikenal tiga cara penyelesaian sengketa administrasi, yaitu Diserahkan kepada Pengadilan Perdata; Diserahkan kepada Badan yang dibentuk secara istimewa; Dengan menentukan satu atau beberapa sengketa TUN yang penyelesaiannya diserahkan kepada Pengadilan Perdata atau Badan Khusus. Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UUU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan antara lain Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan Hakim dalam menyelesaikan sengketa administrasi negara semakin dipertegas melalui UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dimana disebutkan bahwa kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara/sengketa administrasi berada pada Hakim/Peradilan Tata Usaha Negara, setelah ditempuh upaya Pembentukan Peradilan Tata Usaha NegaraPhilipus M. Hadjon menyatakan bahwa perlindungan hukum bagi rakyat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum dimana rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan inspraak atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang defenitif, artinya perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang didasarkan kepada kebebasan bertindak, karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, tujuan pembentukan peradilan administrasi Negara Peradilan Tata Usaha Negara adalah Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak- hak individu. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan pada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, perlindungan hukum akibat dikeluarkannya ketetapan beschiking dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu melalui banding administrasi atau upaya administrasi dan melalaui peradilan. Menurut Sjahran Basah perlindungan hukum yang diberikan merupakan qonditio sine qua non dalam menegakan hukum. Penegakan hukum merupakan qonditio sine qua non pula untuk merealisasikan fungsi hukum itu hukum yang dimaksud adalah Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai dengan tujuan kehidupan bernegara; Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa; Stabilitatif, sebagai pemelihara dan menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat; Perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap sikap tindak administrasi negara maupun sikap tindak warga apabila terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat; Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi negara maupun warga apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan. Referensi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara
pengadilan tata usaha negara dibentuk berdasarkan